Memberikan sebuah pengajaran pada peserta didik tidak mengharapkan imbalan. Apalagi ini berkaitan dengan mengaji. Saya bisa meberikan waktu dan perhatian buat mereka saja sudah mendatangkan kebahagiaaan tak terkira. Apalagi bisa membuat mereka menjadi lancar dalam membaca AlQur'an, wow sesuatu banget. Kebahagiaan yang tiada ternilai.
Saya tidak meminta mereka atau orang tua mereka membayar jasa untuk pengajaran anak-anak mereka. Tapi mereka dengan kesadaran sendiri membuat inisiatif untuk memberikan sesuatu kepada keluargaku.
Seperti hari ini, Mamaknya Nala datang mengantar Nala mengaji sambil membawa beras satu karung kecil. Masya Alloh..., katanya biar Pak Guru (mereka biasa menyebut saya) ikut merasakan "beras anyar". Beras anyar adalah istilah untuk beras hasil dari panenan yang baru saja di petik.
Subhanallah, trenyuh sekali rasanya. Mereka sebetulnya orang kampung biasa, tapi sikapnya luar biasa. Rupanya Alloh memberikan jalan rezki dari pintu mana saja. Kebetulan mereka tahu kalau keluarga saya walaupun tinggal di kampung tidak memiliki sawah. Sehabis panen ada saja yang ngasih beras ke saya. Hampir semua tetanggaku setiap panen ngasih beras.
Apalagi mamaknya Toyib. Hampir tiap bulan memberikan beras dan telor ayam. Sayuran sudah sangat sering. Terutama sayuran hasil tanam sendiri. Pokoknya kalau tetangga panen kita ikut merasakannya.
Mamaknya Arum, saking seringnya memberikan sayuran. Kadang masih mentah dan kadang memberikannya dalam keasdaan siap santap. Sayuran dari kebun sendiri seperti, daun singkong, bayam, kangkung, daun kacang panjang, daun pepaya, cokra-cikri, kemandelan, sawi, lung/jenggel (daun tela rambat), dll.
Mereka semua adalah wali santri dari anak-anak yang kuajar setiap sore. Mudah-mudahan kebaikan mereka memberikan keberkahan atas harta mereka, umur mereka dan ilmu mereka. Semoga Alloh memberkati keturunan mereka sehingga melahirkan generasi yang shalih.
Generasi shalih yang bisa memajukan bangsa Indonesia. Generasi yang mampu berdiri di kaki sendiri. Generasi shaleh yang bisa dibanggakan di dunia dan akhirat. Generasi yang mencintai negerinya sendiri dan mau berjuang demi negaranya. Aamiin.
Selain wali santri ada juga orang yang sering ngasih ke keluarga saya. Yaitu Uwak Jiteng, begitulah orang memanggilnya. Hampir setiap kali pulang dari sawah lewat depan rumah saya menawarkan sayuran hasil petikan hari itu. Kalau tidak ada orang di rumah, sayuran diletakan di depan pintu teras. Kalau pas dia lewat kami ada di rumah, biasanya menawarkan. "Ngersake mboten Pak Guru?" (Mau apa enggak?). Kalau kebetulan sudah ada sayuran kami menolak. Kalau ternyata tidak ada sayuran kami terima dengan alhamdulillah.
Satu lagi orang yang mesti sering datang kerumah dengan membawa beras puluhan kilo, jajanan, tempe. Mirip barang yang akan diberikan pada saat orang sedang punya gawe, Orang Jawa bilang "sumbangan". Dialah Mbok Las dan Pak Wito, sepasang suami isteri petani sederhana yang telah mendampingiku dalam menjalani kehidupan.
Beliau berdua sangat menyayangi keluargaku seperti menyayangi keluarganya sendiri. Ketiga anakku pernah menjadi anak momongannya. Beliaulah yang berperan sebagai orangtua asuh bagi anak-anakku saat masih kecil. Sebelum memasuki usia sekolah anak-anakku kutitipkan kepada beliau berdua. Dan kami saling cocok, tidak pernah ada masalah.
Beliau berdua telah berjasa dari saat aku masih GTT hingga kemarin saat anakku yang kecil wildan masih balita. Dan Alhamdulillah hubungan baik masih tetap terjalin hingga kini. Sampai kini Wildan kelas 5 masih sering main ke sana dan sering makan siang di sana. Terutama saat liburan,
Nah begitulah kisah ku hari ini
#Day6MaretChallenge#ceritakelaskuhariini#ceritamuridkuhariini#ceritaanakkuhariini

Ini baru namanya saling melengkapi, MasyaAllah, orang senang terhadap Ayah, karena kepribadian Ayah yang luar biasa
BalasHapus