Bukan Layangan Putus

“Assalamualaikum wrwb... bagaimana kabar Mas Iyan?” Sebuah pesan wa muncul di layar gawaiku. Nomor asing, tidak ada di kontakku. Aku mengernyitkan dahi sejenak. Dalam hatiku bertanya siapakah gerangan dia, kok tahu nama panggilan khususku.

Setahuku hanya keluarga dekatku dan teman lamaku. Tepatnya bukan lama, tapi bisa disebut mantanku. Mungkinkah dia itu .....???

Dadaku bergemuruh mengingat nama dia. Denyut jantungku berdetak berlarian teringat masa lalu. Mungkinkah dia itu si dia. Ataukah orang lain. Kuhela napas panjang untuk menstabilkan emosiku.

Bel kelima berbunyi nyaring. Saatnya aku untuk masuk kelas sembilan J. Buku paket, presensi dan gawai tak lupa kubawa.

“Pak Yanto ngajar di kelas apa?”, Pak Bajay bertanya sambil mengiringi jalanku.

“9 J”, jawabku singkat.

Pak Bajay begitulah sebagian teman-teman memanggilnya. Guru Olahraga yang humoris dan hangat. Sambil melangkah menuju kelas kami mengobrol ringan. Kadang tertawa bersama karena some thing funny or joke. Kami berpisah di persimpangan koridor. Aku ke selatan sedangkan Pak Bajay ke utara.

Di dalam kelas hati ini terganggu konsntrasi yang buyar. Untuk mengurangi kesalahan kata, aku meminta siswa untuk mengerjakan LKS. Tentunya setelah aku menerangkan materi sedikit melalui ceramah singkat.

Sambil menunggu siswa menyelesaikan tugasnya aku raih gawai yang tergeletak di meja guru. Ada pesan masuk lagi dari nomor asing tadi.

“Maaf Mas Iyan, ini aku Martimu. Ini pakai hape Ibu”. Deg!!, jantungku seolah berhenti. Dugaanku benar, dia Marti. Jantungku seolah dipacu lebih cepat lagi. Haruskah aku senang? Haruskah aku marah? Aku bingung dengan rasaku sendiri. Suka dan marah bercampur satu.

Tanganku bermain di layar gawai untuk membalas pesan. Selanjutnya kami saling beranya kabar dan kondisi masing-masing. Maklum sudah 25 tahun tak bertemu. Eh, pernah ketemu sekilas setahun yang lalu di acara reuni sekolah MAN. Pertemuan singkat yang tidak banyak mengungkap perasaan. Waktu itu aku bersama keluarga, dan dia juga bersama anaknya. Terus berpisah tanpa meminta nomor gawai. Marti dapat nomorku dari siapa?

“Mas Iyan, nanti malam aku menjaga Ibuku di RSUD. Maukah Mas Iyan datang?”

“Kurang tahu nanti, akan kuusahakan. Semoga Ibu lekas sembuh. Salam ya buat Ibu”. Gawai lalu kuletakkan. Pikiranku berputar-putar mencari jalan bagaimana nanti aku bisa keluar rumah dengan aman. Tidak mungkin aku jujur pada istri tentang pertemuan ini. Bisa terjadi perang dunia ketiga nanti.

“Sudah selesai belum?” Aku bertanya kepada siswa sambil berdiri dari posisi dudukku. Melangkah beberapa kali lalu menghadap ke siswa.

“Sudah dari tadi Pak!” Beberapa anak menjawab hampir bersamaan.

“Sudah bel belum ya?, Pak Guru kok tidak mendengarnya ya?”

“Sudah tujuh menit yang lalu Pak”, jawab Fitri, ketua kelas yang cantik dan pemberani. Pantas kalau anak secerdas dia terpilih menjadi ketua kelas, gumamku dalam hati.

Pelajaran di kelas 9 J segera kuakhiri. Duh gara-gara pikiran berkelana, sampai lupa waktu. Setelah meminta maaf pada siswa aku keluar ruangan untuk kembali ke ruang guru.

Di dalam ruang guru aku duduk sambil menyandarkan badan. Minuman teh manis yang sudah dingin kuteguk untuk menghilangkan rasa hausku. Mengajar lima jam pelajaran di kelas ternyata membautku lelah dan haus.

Masih teringat pertanyaan Marni di wa. Haruskah aku menemuinya? Bagaimana caranya? Bagaimana nanti agar aku aman tidak ketahuan istriku. Apakah aku selingkuh? Aku sudah beristri dan punya anak. Marni juga sudah punya suami dan anak. Kami sudah bahagia dengan pasangan masing-masing. Haruskah ada pertemuan ini? Haruskah pertemuan ini terjadi?

Kalau tidak bertemu kali ini, kapan lagi ada kesempatan untuk bertemu? Sekaranglah kesempatan untuk bertemu. Kesempatan untuk mengungapkan perasaan yang lama terpendam dalam dada. Sebuah perasaan yang dikubur dalam dalam palung sanubari.

Bagaimana dengan Marni? Bukankah dia sudah menjadi seorang Bu Nyai yang terhormat dan disegani.  Bu Nyai Imron,  si keparat itu! Huuhhh! Lelaki yang telah merampas cintaku. Umpatan-umpatan kemarahan berhamburan keluar dari lubuk hati yang tersakiti kala mengingat nama suaminya Marni.

Aku harus ketemu dengan Marni. Bagaimanapun juga aku harus bertemu dia. Dia harus tahu apa yang terjadi dengan diriku selama ini. Dia harus tahu yang sesunguhnya. Sekarang kesempatan itu datang. Aku harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Aku tak peduli apa kata orang nanti. Aku menyusun rencana. 

Pukul tujuh malam sehabis salat Isya aku bersiap-siap untuk pergi. Sarung hitam, jaket hitam dan peci hitam membungkus tubuhku. Pakaian biasa yang sering aku pakai kalau keluar.

"Mas sekarang kan ada undangan tahlilan di rumah Pak haji Agus. Panjenengan mau berangkat ke sana atau ke mana? Kok pakai jaket segala?" Pertanyaan Raras mengagetkanku. Kupandangi Raras yang sedang duduk bersolek di depan cermin rias kamar. Raras istriku yang kunikahi sembilan tahun yang lalu.

"Anu Dik, aku ada janji dengan teman lama, alumni MAN. Ibunya sedang di rawat di RSUD. Aku mau jenguk ke sana." Nada suaraku kutata senormal mungkin agar istriku tidak curiga. Padahal aku deg-degan dalam hati. 

"Teman laki-laki apa perempuan?" , tanya istriku kemudian.

"Eeh Anu ...", aku bingung menjawabnya. Haruskah aku jujur padanya?

Bersambung


 


 Video kolaborasi penyair  tiga kota

 




Bukan Layangan Putus Bukan Layangan Putus Reviewed by Mohamad Bajuri on Januari 24, 2022 Rating: 5

5 komentar:

  1. Huuf... Teman perempuan dik, tapi aku kesana tidak sendri kok..hehe ...
    Aku boleh ikut mas? Deeeg...

    BalasHapus
  2. Hmmm... Teman perempuan dari teman laki-lakiku dik.

    Jadi temanmu yang laki-lakiku atau yang perempuan mas?


    Lanjutkan Pak Guru Penjas.

    BalasHapus
  3. Pertanyaan yg tdk pernah terbayangkan.... Hehe.....

    BalasHapus
  4. Hampir semua insan yang pernah mengalami masa lalu pak guru..🤭
    Ditunggu kisah kelnjutannya 😊👍

    BalasHapus

Postingan Populer

Ringkasan Materi Renang Gaya Bebas

  Penulis sedang berada di CB Kutowinangun .Dokpri. Ringkasan Materi Renang Gaya Bebas Posisi Tubuh : Telungkup: Posisi tubuh terlentang den...

Diberdayakan oleh Blogger.