Kisah Dibalik Hewan Kurban

Alkisah hiduplah keluarga pak Somad di pelosok sebuah kampung. Letaknya agak jauh dari kota. Sebuah kampung yang asri dan permai dengan panorama sawah, bebukitan dan hutan mahoni. Sebagian besar penduduknya hidup sebagai petani.
 
"Kang ..., Gemana uangnya sudah cukup belum?," tanya Paijo, adiknya.
"Sudah Dimas, Kalau saya gak salah hitung, ada 21 juta." Jawab Somad.
"Artinya sudah dapat sapi. Benar gak Kang."
"Bener Dimas. Dengan uang ini kita dapat beli seekor sapi buat kurban."
"Rencana kita akan melakukan kurban untuk delapan orang. Kita berlima dan  Rama lan Biyung."(Rama sbutan untuk bapak, sedangkan sebutan untuk ibu di beberapa daerah di Jateng)
"Kang, tapi sapi hanya untuk 7 orang. Dan aku mau yang berkurban dengan sapi. Aku gak mau berkurban dengan kambing." Kata Dul Somad berapi-api.
"Aku juga pakai sapi, gak mau kambing!" Suara Paijo, Hadi, Santo, Darmin dan darminto hampir bersamaan. 

Singkat cerita mereka berdelapan ingin berkurban dengan sapi. Tak satupun dari mereka ada yang mengalah. Karena tidak menemukan solusi dari permasalahan ini, akhirnya  mereka meminta pendapat pada sesepuh desa.

Diutusnyalah dua orang mewakili keluarga untuk meminta pendapat. Paijo dan Darmin berangkat ke rumah Pak Kyai Sunhaji. Beliau terkenal dengan keilmuan agamanya yang mumpuni. Ilmu yang didapat dari pondok pesantren Tegalrejo Magelang ditambah dengan ilmu dari bangku kuliah cukup mumpuni. Yai Sunhaji tergolong kyai masa kini dan berpenampilan nyentrik. Ilmu kuliahan sangat mempengaruhi pola pikir dan prilaku kyai muda ini. Beliau dulu kuliahnya di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (sekarang berubah jadi UIN Yogya).

Setelah berbasa basi sebentar disampaikanlah permasalahan yang sedang dihadapi oleh keluarga Paijo.
"Mohon petunjuk Yai," kata Paijo sambil menunduk tanda takzim.
"Heem..., begitu ya," sambil kepalanya manggut-manggut. "Setahu saya, sapi maksimal untuk 7 orang, tidak boleh lebih."
"Tapi Yai..., kami berdelapan ingin berkurban dengan sapi. Gak ada yang mau dengan kambing," kata Paijo menyergah kata-kata kyai muda itu.
"Saran saya, belikan lagi satu ekor untuk melengkapi biar bisa delapan orang semuanya ikut berkurban. Haditsnya sudah jelas. Sapi untuk 7 orang, kambing buat 1 orang. Jadi ya gak bisa seekor sapi untuk 8 orang." Jawab kyai Sunhaji panjang lebar. 
 
Mereka berdua tidak puas dengan jawaban yai muda itu.  Mereka berpikir sejenak. Siapa lagi yang hendak dimintai pendapat. 
"Kita ke rumah Yai Amin saja. Beliau lebih sepuh dibanding Yai Sunhaji. Percuma saja kuliah sampai prguruan tinggi, tapi tidak mampu menyelesaikan masalah sepele seperti ini." Paijo bersungut-sungut karena merasa tidak puas dengan jawaban beliau.
"Husss! Gak boleh sembrana dengan Yai, kualat tahu!"bentak Darmin.
"Ya Dimas, maaf."
"Nah! gitu dong. Jaga kesopanan."

Setelah melaui jalan tengah kampung, mereka sampai pada rumah Kyai Amin. Rumah sederhana dengan dinding kayu jati tanpa cat. Tapi cukup rapih dan bersih terawat. Mungkin karena Nurhalimah putri Yai yang rajin membersihkannya. Beberapa sangkar burung perkutut tampak bergelantungan di teras. Ada 4 buah kurungan sedang di teras. Ada 1 buah sangkar yang tergantung tinggi di tiang bambu. Suaranya merdu bersahutan.

"Yuk..., masuk Kang,"kata Paijo mengajak Darmin setelah berada di teras Yai  Amin. Rupanya Darmin  terpesona dengan burung-burung itu.
"Ayoo! " Tangan Paijo meraih tangan Darmin. Yang ditarik tangannya hanya nurut saja.

"Eheem! Ada apa ya?" tanya Yai Amin kepada mereka berdua setelah mereka dipersilahkan duduk.
Paijo pun menjelaskan prmasalahannya kepada Yai sepuh itu. Beliau dulu pernah mondok di beberapa pesantren Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sejak pulang dari pondok langsung dinikahkan oleh Bapaknya. Sejak Bapaknya meninggal, beliaulah yang meneruskan menjadi Imam Masjid AL Huda. Mesjid terbear di kampung ini.
"Oooh begitu. Ya bisa." Jawabnya singkat.
"Alhamdulillah. Benarkah Pak Kyai. Kami bisa berkurban seekor sapi untuk 8 orang." Kata  Paijo setengah tidak percaya. 
"Apa tidak menyalahi aturan agama. Kata  Yai Sunhaji, sapi hanya untuk 7 orang, gak bisa delapan orang. Katanya haditsnya sudah jelas." Darmin ikut menjelaskan saking tidak percayanya dengan jawaban Yai Amin.
"Ibarat kendaraan, nanti sapinya kan dinaiki oleh 8 orang yang berkurban. Nah karena sapinya besar, tentunya kesulitan untuk naik ke punggung sapi. Supaya tidak kesulitan naik ke punggung sapi, tolong belikan seekor kambing untuk tumpuan saat akan naik. Paham gak?"
"Ya Yai, kami paham," jawab mereka berdua serempak. "Kita beli 1 ekor kambing buat tumpuan naik sapi."

Akhirnya mereka tersenyum lega. Permasalahan ini akhirnya mnemukan solusi berkat Pak Yai sepuh. Keingginan  Paijo sekeluarga untuk berkurban dengan sapi terlaksana.
 



 

Kisah Dibalik Hewan Kurban Kisah Dibalik  Hewan Kurban Reviewed by Mohamad Bajuri on Juli 18, 2021 Rating: 5

2 komentar:

  1. Waaw.. Setiap permasalahan bisa di atasi dengan baik penyampaian yang baik dapat di terima dengan mudah tanpa harus membuat kecewa orrang lain.. Dan juga tak menyalahi syariah. Sip setuju Pak yai

    BalasHapus
  2. Luar biasa pemikiran kyai sepuh lebih bijaksana..

    BalasHapus

Postingan Populer

Ringkasan Materi Renang Gaya Bebas

  Penulis sedang berada di CB Kutowinangun .Dokpri. Ringkasan Materi Renang Gaya Bebas Posisi Tubuh : Telungkup: Posisi tubuh terlentang den...

Diberdayakan oleh Blogger.