Pentigraf, Bagaimana rasanya, enak?

Tetanggaku ini memang agak kurang waras sedikit. Sebut saja Dul Kemplu. Cuma kurang sedikit saja sih. Tapi secara keseluruhan adalah orang waras. Kalau orang Jawa menyebutnya dengan dlodor, mbedor. Padanan dalam Bahasa Indonesia saya tidak tahu.

Waktu itu dia tengah bertamu ke rumahku bersama kang Buang. Kami asik mengobrol di ruang tamu ditemani teh tubruk nasgintel. Untuk melengkapi hidangan teh, Markoneng istriku membuat tempe mendo anget khas Gombong. Tipis, lebar, anget dan kenyal.  

Kami mengobrol tentang apa saja. Di tengah-tengah kami sedang asik mengobrol Dul Kemplu bertanya kepada kang Buang tentang masakan. Katanya, " Kang bagaimana rasanya rica-rica kemarin?"  Kang Buang menjawab dengan jujur dan penuh semangat kalau masakannya enak. Dul Kemplu tertawa terkekeh-kekeh sambil terus bertanya, "Katanya nggak doyan?" Sejurus kemudian Kang Buang ingat percakapan mereka berdua tentang masakan. Tiba-tiba wajah Kang Buang  berubah pucat dan perut mual. Sambil memegangi perutnya Kang Buang berkata setengah nggak yakin," Jadi ..., jadi ..., jadi kemarin itu kamu ngasih aku rica-rica daging ...?" Kang Buang tak kuasa meneruskan kata-katanya, karena dia tak kuat menahan rasa ingin muntah. Dul Kemplu mengangguk dan tertawa penuh kemenangan. Kang Buang setengah berlari menuju teras, matanya sedikit berkunang-kunang, mengingat pemberiaan Dul Kemplu.Dalam batinnya dia berkata," Jadi aku sudah makan daging kucing ...? Kemplu, Kemplu! Dasar Kemplu!"

#Jan29AISEIWritingChallenge